Rabu, 16 Mei 2012

Dibalik Drama Galau BBM


R
encana pemerintah untuk merevisi APBN 2012 dengan mengajukan RUU APBN-P 2012 kepada DPR disikapi galau oleh elemen masyarakat, mahasiswa dan politisi. Di beberapa kota besar di Indonesia terjadi aksi unjuk rasa besar-besaran dari berbagai elemen mahasiswa dan masyarakat bahkan terdapat instruksi
khusus dari elit partai PDI-P kepada seluruh kadernya untuk menggelar pesta demonstrasi. Hampir seluruh jalanan di titik-titik strategis (gedung DPRD, kantor Bupati/Walikota dan Gubernur) di seluruh kota besar di Indonesia memerah akibat aksi kader partai berlambang banteng ini. Pesan utama yang ingin disampaikan bahwa PDI-P menolak rencana pemerintah menaikkan harga BBM karena akan menyengsarakan rakyat karena PDI-P selalu berada di garda terdepan membela kepentingan wong cilik. Kepada siapa pesan ini disampaikan ?, tiada lain untuk konstituen basis massa masyarakat bawah.   
Beberapa partai politik lain turut juga menyuarakan pendapat yang sama diantaranya Gerindra, Hanura dan PKS kemudian beberapa jam menjelang sidang paripurna di gelar partai Golkar turut menolak rencana kenaikan harga BBM tersebut. Persamaannya adalah bahwa keempat partai terakhir memiliki kesamaan orientasi dalam menyikapi rencana pemerintah mengurangi subsidi BBM yang berakibat naiknya harga BBM, dari kenaikan BBM tersebut kemudian dapat dipastikan diikuti pula oleh kenaikan beberapa harga bahan pokok lainnya. Perbedaan keempat partai belakangan ini dengan PDI-P adalah pada kuantitas kader partai yang terjun langsung di jalanan yang terik bersama mahasiswa dan masyarakat menyuarakan satu sikap terkait kebijakan pemerintah tersebut. Massa PDI-P jauh lebih banyak dan massif turun ke jalan ketimbang keempat partai yang berorientasi sama.  

Kelima partai pro rakyat/wong cilik yang memiliki kesamaan orientasi ini sebagaimana tersebut ternyata didalamnya memiliki perbedaan yang menarik untuk dicermati. Sebelum mendalami perbedaannya terlebih dahulu kelima partai ini penulis dikotomikan menjadi dua kekuatan besar, yakni kekuatan pertama didalamnya terdapat PDI-P, Gerindra, Hanura, PKS. Vis a vis dengan kekuatan kedua yakni Golkar. Landasan dari dikotomi ini dipotret dari drama paripurna RUU APBN 2012 dimana beberapa jam sebelum voting pengambilan keputusan dilakukan, kekuatan pertama melakukan walk out meninggalkan elemen kekuatan kedua. Dari drama paripurna tersebut didapat dua poros berbeda dalam satu himpunan orientasi yang sama. Hal yang menarik dicermati kemudian adalah apa perbedaannya ?.
STRATEGI
Pertama, strategi. Dalam tataran strategi terdapat perbedaan mencolok dari kedua kekuatan partai pro rakyat ini. Strategi kekuatan pertama menyikapi rencana pemerintah menaikan harga BBM dengan menggelar demonstrasi besar-besaran (show force) menyuarakan aspirasi dengan suara lantang penuh semangat menggelora di beberapa titik strategis di beberapa kota besar. Namun ini sudah menjadi logika umum bahwa pengerahan massa secara serempak dan massif (clash action) berpotensi menimbulkan kerusuhan horizontal yang dapat berimbas ke beberapa sektor kehidupan lain semisal politik dan ekonomi. Selain strategi gerakan ekstra parlementer di lakukan juga gerakan intra parlementer. Di dalam gedung senayan kekuatan pertama berusaha “memperjuangkan” aspirasi gerakan ekstra parlemen tersebut dengan suara nyaris sama lantang dengan yang di luar gedung. Namun “perjuangan” kekuatan pertama sebatas menyuarakan masih belum pada tataran bertindak secara politik sebagai elit untuk menuju target yang sudah menjadi orientasi. Kondisi ini ditunjukkan dari sikap, perilaku dan argumentasi politik (walk out) mereka sebagaimana terekam di semua media yang meliput. Kekuatan pertama kemudian meninggalkan kekuatan kedua dalam berjibaku menentang kebijakan yang anti kenaikan harga BBM.
Kekuatan kedua harus berperang sendiri dalam derasnya suara mainstream yang pro kenaikan harga BBM. Dengan sisa kekuatan intelektual dan politik yang dimiliki, kekuatan kedua berusaha bertindak secara strategis mengarahkan mainstream yang ada untuk mengikuti orientasi kekuatan kedua. Proses lobi yang panjang menunjukkan adanya pergulatan yang sengit sedang terjadi sebagai akibat dari usaha bertindak (setelah usaha bersuara).  Hasil dari proses lobi panjang kemudian muncul penambahan pasal 7 ayat 6a sebagaimana kita ketahui bersama hasilnya bahwa kenaikan harga BBM sepenuhnya di tangan pemerintah dengan syarat rata-rata kenaikan ICP sebesar 15% dalam 6 bulan berturut-turut.  Dengan sisa kekuatan yang ada kekuatan kedua mampu menunda kenaikan harga BBM yang direncanakan diumumkan dua hari setelah sidang paripurna di gelar. Tidak cukup dengan menunda saja namun mampu memberi daya tawar berupa persyaratan kenaikan harga BBM yang tidak mudah untuk dicapai. Dapat dikatakan keputusan paripurna adalah kemenangan kelompok pro rakyat yang diwakili dan diperjuangkan sampai titik darah penghabisan oleh kekuatan kedua.
KONSISTENSI
Kedua, konsistensi. Drama perjuangan aspirasi pengatasnamakan rakyat telah bergulir menyisakan serpihan serpihan kesimpulan diantaranya terdapat disparitas antara pejuang setengah hati dengan pejuang sepenuh hati. Aksi walk out adalah gerakan frustasi sebagai respon dari kebuntuan berpikir dan bertindak secara politis sebagai elit dalam memperjuangkan aspirasi rakyat. Menyerah sebelum perang berakhir bukan merupakan tindakan ksatria politik. Dari konteks drama politik dari awal (aksi massa) hingga keputusan paripurna, masyarakat telah dipertontonkan aktor-aktor yang berjuang sebatas menyuarakan aspirasi rakyat kecil dan aktor-aktor yang berjuang merealisasikan aspirasi rakyat kecil sampai terwujud. Konsistensi dalam merealisasikan aspirasi rakyat kecil  berlandaskan demokrasi Pancasila dalam bingkai stabilitas dan keutuhan Negara jauh lebih nasionalis-demokratis.


Wredha. Danang Widoyoko, S.H.I., M.H
Koord Komisi Pendidikan, Pengembangan Pengkajian Pemberdayaan
Potensi Pemuda

Tidak ada komentar:

Posting Komentar