BLT, BLSM dan CSR
B
|
antuan
Langsung Tunai (BLT) dan Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM) dua
istilah ini memiliki perbedaan dan persamaan yang menarik untuk dicermati.
Perbedaannya adalah pada rentang waktu pelaksanaannya yakni BLT pada periode pertama
pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) waktu itu wakil presidennya Yusuf
Kalla (JK). Sedangkan BLSM direncanakan pada rentang periode kedua pemerintahan
SBY-Budiono, setelah ketetapan harga
bahan bakar minyak (BBM) naik. Adapun persamaan antara keduanya adalah dua-duanya merupakan bentuk kompensasi yang diberikan sebagai akibat dari dinaikkannya harga BBM. Mekanisme kompensasi diberikan tiap bulan kepada ±18,5 juta rumah tangga miskin di Indonesia atau 30% rumah tangga berpenghasilan terendah, berdasarkan hasil survey Pendataan Program Perlindungan sosial yang dilaksanakan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) bekerjasama dengan Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K).
bahan bakar minyak (BBM) naik. Adapun persamaan antara keduanya adalah dua-duanya merupakan bentuk kompensasi yang diberikan sebagai akibat dari dinaikkannya harga BBM. Mekanisme kompensasi diberikan tiap bulan kepada ±18,5 juta rumah tangga miskin di Indonesia atau 30% rumah tangga berpenghasilan terendah, berdasarkan hasil survey Pendataan Program Perlindungan sosial yang dilaksanakan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) bekerjasama dengan Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K).
Persamaan berikutnya, dua-duanya menjadi alat yang
ampuh untuk menaikkan citra politik guna mendulang suara ditingkat masyarakat
bawah. Pertanyaannya seberapa ampuhkah strategi tersebut ?. Pertama, tahun 2004
pemerintahan SBY pernah menaikkan harga BBM sebagai akibat dari kenaikan
Indonesian Cruel Oil Price (ICP) pada saat itu. Konsekuensinya pemerintah harus
memberikan kompensasi kepada masyarakat yang kemudian berwujud program Bantuan
Langsung (uang) Tunai (BLT) kepada sejumlah masyarakat miskin. Untuk kali
pertama pasca Indonesia merdeka, pemerintahan bagi-bagi uang tunai kepada
masyarakat miskin, hal ini kemudian menciptakan kesan/citra tersendiri di hati
masyarakat. Di kalangan kaum elit dan menengah boleh jadi banyak yang mencibir
program tersebut namun di kalangan masyarakat bawah, SBY memiliki tempat
tersendiri di hati mereka.
Kedua, letak titik keampuhan ditunjukkan saat pemilu presiden (pilpres) periode kedua tahun 2009. SBY dalam pencalonannya secara yakin untuk pasang badan sendiri, artinya beliau berani menggandeng wakil presiden dari kader non partai yakni Budiono, mantan Gubernur Bank Indonesia yang notabene terkesan netral. SBY berani tidak menggandeng kader dari unsur partai lain semisal Golkar, PAN, PKB, PKS atau mengusung kader ormas entah NU atau Muhammadiyah yang notabene memiliki massa riil terbesar. Keberanian dan keyakinan SBY tentunya sudah diperhitungkan sebelumnya. Apa perhitungannya? Tentunya keberhasilan program BLT yang terpatri ke jantung dan hati masyarakat miskin sebagai pemilih tradisional yang kemudian mampu mendongkrak suara partai sebesar ± 30%. Ditopang dengan setahun sebelum pilpres digelar yakni pada desember 2008 pemerintah menurunkan harga BBM sebanyak dua kali yakni pada 1 Desember dan 15 Desember 2008 berurut dari Rp.6.000 per liter ke 5.500 per liter kemudian menjadi Rp. 5.000 dan genap Sebulan berikutnya turun lagi menjadi 4500 per liter. Artinya dengan BLT pemerintah sudah “membeli” suara rakyat dengan perolehan prosentase suara sebanding dengan jumlah penerima BLT. Ditopang dengan prestasi lain dari pemerintah terkait dengan isu terorisme yang mampu menjadi preseden tersendiri dari kalangan tertentu.
Hubungan
dengan CSR
Kemudian apa hubungan keduanya (BLT dan BLSM) dengan
CSR. Pertama, CSR adalah program perusahaan yang diamanatkan oleh undang undang
sebagai bentuk tanggung jawab perusahaan kepada persoalan sosial disekitarnya.
Perusahaan yang notabene bergerak untuk mengeruk laba sebesar-besarnya dengan
modal seminimal mungkin kemudian dituntut mengeluarkan cost untuk kegiatan social yang jauh dari mendatangkan laba
(materi) bahkan mereduksinya. Karena ternyata keuntungan perusahaan tidak
selamanya materi namun keuntungan juga dapat berupa imateri yakni berupa brand images di masyarakat selaku
konsumen produk untuk meningkatkan loyalti
dan equity customer. Maka kemudian jangan heran kalau kemudian ada perusahaan
yang mengadakan pasar murah, bagi-bagi sembako, pengobatan gratis, mudik gratis
dan seterusnya yang kesemuanya itu bertujuan meningkatkan citra (image) positif corporate di benak
masyarakat. Harapannya masyarakat memiliki kepercayaan penuh terhadap produk
perusahaan.
Kedua, program BLT dan BLSM ini memiliki kesamaan
tujuan sebagaimana CSR, jelas orientasinya bukan materi namun imateri yakni
investasi citra partai penguasa atau pemerintah yang berkuasa di benak
konstituen dari masyarakat kelas bawah. Ketika kontituen sudah awernes maka dengan program BLT ini
diharapkan untuk lebih dari sekedar awerness
yakni loyalty. Dan loyalitas
konstituen ini kemudian terbukti di pemilu presiden langsung tahun 2009.
Nampaknya pola-pola tahun 2004-2009 ingin diulang
kembali pada 2012-2014 oleh mesin partai democrat karena terbukti keampuhan pola tersebut. Dengan
sisa-sisa energi seluruh mesin kader demokrat/pemerintah mencoba
merasionalisasi alasan kenaikan harga BBM beserta penjelasan kompensasinya yang
memiliki porsi yang sama dalam pembangunan opini publik. Harapannya adalah 30%
rumah tangga atau 18,5 juta rumah tangga
dapat menikmati “jerih payah” partai Demokrat.
Redaksi
BLSM pun sebenarnya menarik untuk dicermati bersama. Pemerintah menghindari
penggunaan istilah BLT sebagaimana periode sebelumnya, hal ini dikarenakan
redaksi BLT sarat dengan image negative
diantaranya kesan amburadul, tidak terencana, acak-acakan, sumber kerusuhan
horizontal. Pemerintah berusaha menghindari kesan negative tersebut yang
melekat pada redaksi BLT ini dengan memunculkan redaksi baru yakni BLSM yang
pada hakikat esensinya sama yakni bantuan tunai.
Last but not least antara BLT, BLSM dan CSR memang
ternyata memiliki kesamaan implementasi dan orientasi yakni bagi-bagi materi
untuk mendapatkan sesuatu yang i-materi milik konsumen yakni awernes and loyalty, namun ada perbedaan signifikan dari keduanya jika CSR
diambil dari laba murni milik perusahaan sedangkan BLT dan BLSM diambil dari
APBN milik rakyat yang digunakan seluas-luasnya untuk kemakmuran partai
penguasa/pemerintah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar