Rabu, 16 Mei 2012

BLT, BLSM dan CSR


BLT, BLSM dan CSR
B
antuan Langsung Tunai (BLT) dan Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM) dua istilah ini memiliki perbedaan dan persamaan yang menarik untuk dicermati. Perbedaannya adalah pada rentang waktu pelaksanaannya yakni BLT pada periode pertama pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) waktu itu wakil presidennya Yusuf Kalla (JK). Sedangkan BLSM direncanakan pada rentang periode kedua pemerintahan SBY-Budiono, setelah ketetapan harga
bahan bakar minyak (BBM) naik. Adapun persamaan antara keduanya adalah dua-duanya merupakan bentuk kompensasi yang diberikan sebagai akibat dari dinaikkannya harga BBM. Mekanisme kompensasi diberikan tiap bulan kepada ±18,5 juta rumah tangga miskin di Indonesia atau 30% rumah tangga berpenghasilan terendah, berdasarkan hasil survey Pendataan Program Perlindungan sosial yang dilaksanakan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) bekerjasama dengan Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K).
Persamaan berikutnya, dua-duanya menjadi alat yang ampuh untuk menaikkan citra politik guna mendulang suara ditingkat masyarakat bawah. Pertanyaannya seberapa ampuhkah strategi tersebut ?. Pertama, tahun 2004 pemerintahan SBY pernah menaikkan harga BBM sebagai akibat dari kenaikan Indonesian Cruel Oil Price (ICP) pada saat itu. Konsekuensinya pemerintah harus memberikan kompensasi kepada masyarakat yang kemudian berwujud program Bantuan Langsung (uang) Tunai (BLT) kepada sejumlah masyarakat miskin. Untuk kali pertama pasca Indonesia merdeka, pemerintahan bagi-bagi uang tunai kepada masyarakat miskin, hal ini kemudian menciptakan kesan/citra tersendiri di hati masyarakat. Di kalangan kaum elit dan menengah boleh jadi banyak yang mencibir program tersebut namun di kalangan masyarakat bawah, SBY memiliki tempat tersendiri di hati mereka.

Kedua, letak titik keampuhan ditunjukkan saat pemilu presiden (pilpres) periode kedua tahun 2009. SBY dalam pencalonannya secara yakin untuk pasang badan sendiri, artinya beliau berani menggandeng wakil presiden dari kader non partai yakni Budiono, mantan Gubernur Bank Indonesia yang notabene terkesan netral. SBY berani tidak menggandeng kader dari unsur partai lain semisal Golkar, PAN, PKB, PKS atau mengusung kader ormas entah NU atau Muhammadiyah yang notabene memiliki massa riil terbesar. Keberanian dan keyakinan SBY tentunya sudah diperhitungkan sebelumnya. Apa perhitungannya? Tentunya keberhasilan program BLT yang terpatri ke jantung dan hati masyarakat miskin sebagai pemilih tradisional yang kemudian mampu mendongkrak suara partai sebesar ± 30%. Ditopang dengan  setahun sebelum pilpres digelar yakni pada desember 2008 pemerintah menurunkan harga BBM sebanyak dua kali yakni pada 1 Desember dan 15 Desember 2008 berurut dari Rp.6.000 per liter ke 5.500 per liter kemudian menjadi Rp. 5.000 dan genap Sebulan berikutnya turun lagi menjadi 4500 per liter. Artinya dengan BLT pemerintah sudah “membeli” suara rakyat dengan perolehan prosentase suara sebanding dengan jumlah penerima BLT. Ditopang dengan prestasi lain dari pemerintah terkait dengan isu terorisme yang mampu menjadi preseden tersendiri dari kalangan tertentu.
Hubungan dengan CSR
Kemudian apa hubungan keduanya (BLT dan BLSM) dengan CSR. Pertama, CSR adalah program perusahaan yang diamanatkan oleh undang undang sebagai bentuk tanggung jawab perusahaan kepada persoalan sosial disekitarnya. Perusahaan yang notabene bergerak untuk mengeruk laba sebesar-besarnya dengan modal seminimal mungkin kemudian dituntut mengeluarkan cost untuk kegiatan social yang jauh dari mendatangkan laba (materi) bahkan mereduksinya. Karena ternyata keuntungan perusahaan tidak selamanya materi namun keuntungan juga dapat berupa imateri yakni berupa brand images di masyarakat selaku konsumen produk untuk meningkatkan loyalti dan equity customer. Maka kemudian jangan heran kalau kemudian ada perusahaan yang mengadakan pasar murah, bagi-bagi sembako, pengobatan gratis, mudik gratis dan seterusnya yang kesemuanya itu bertujuan meningkatkan citra (image) positif corporate di benak masyarakat. Harapannya masyarakat memiliki kepercayaan penuh terhadap produk perusahaan.
Kedua, program BLT dan BLSM ini memiliki kesamaan tujuan sebagaimana CSR, jelas orientasinya bukan materi namun imateri yakni investasi citra partai penguasa atau pemerintah yang berkuasa di benak konstituen dari masyarakat kelas bawah. Ketika kontituen sudah awernes maka dengan program BLT ini diharapkan untuk lebih dari sekedar awerness yakni loyalty. Dan loyalitas konstituen ini kemudian terbukti di pemilu presiden langsung tahun 2009.
Nampaknya pola-pola tahun 2004-2009 ingin diulang kembali pada 2012-2014 oleh mesin partai democrat karena  terbukti keampuhan pola tersebut. Dengan sisa-sisa energi seluruh mesin kader demokrat/pemerintah mencoba merasionalisasi alasan kenaikan harga BBM beserta penjelasan kompensasinya yang memiliki porsi yang sama dalam pembangunan opini publik. Harapannya adalah 30% rumah tangga atau 18,5 juta  rumah tangga dapat menikmati “jerih payah” partai Demokrat.
Flowchart: Alternate Process: jika CSR diambil dari laba murni milik perusahaan sedangkan BLT dan BLSM diambil dari APBN milik rakyat yang digunakan seluas-luasnya untuk kemakmuran partai penguasa/pemerintah.   Redaksi BLSM pun sebenarnya menarik untuk dicermati bersama. Pemerintah menghindari penggunaan istilah BLT sebagaimana periode sebelumnya, hal ini dikarenakan redaksi BLT sarat dengan image negative diantaranya kesan amburadul, tidak terencana, acak-acakan, sumber kerusuhan horizontal. Pemerintah berusaha menghindari kesan negative tersebut yang melekat pada redaksi BLT ini dengan memunculkan redaksi baru yakni BLSM yang pada hakikat esensinya sama yakni bantuan tunai.
Last but not least antara BLT, BLSM dan CSR memang ternyata memiliki kesamaan implementasi dan orientasi yakni bagi-bagi materi untuk mendapatkan sesuatu yang i-materi milik konsumen yakni awernes and loyalty, namun ada perbedaan signifikan dari keduanya jika CSR diambil dari laba murni milik perusahaan sedangkan BLT dan BLSM diambil dari APBN milik rakyat yang digunakan seluas-luasnya untuk kemakmuran partai penguasa/pemerintah.  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar